Saturday 7 July 2012

Hukum bercelana panjang bagi wanita


Agama islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan umatnya,oleh karenanya Islam memerintahkan
segala sesuatu yang mendatangkan kebaikan
,dan melarang hal-hal yang berdampak negatif bagi umatnya seperti perintah untuk menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar ,selain itu Islam juga sangat memerintahkan umatnya untuk selalu menjaga kehormatan masingh-masing,dengan demikian agama islam mewajibkan mengenakan hijab bagi wanita ketika keluar rumah dengan tujuan agar kehormatan mereka tetap selalu terjaga.
Dalam masalah mengenakan hijab syariat islam  tidak menjelaskan bagaimana bentuk pakaian. Namun, setiap pakaian yang menutup aurat dengan memenuhi syarat-syarat yang dijelaskan oleh Rasulullah saw dalam banyak hadits, maka boleh dipakai.

Di antara syarat-syarat penting dalam berpakaian adalah:

1.Tidak transparan atau tidak tembus pandang. Pakaian yang menutup seluruh aurat akan tetapi tembus pandang dan transparan juga tidak dibenarkan.Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Daud, bahwa ketika Asma’ saudari kandung Sayyidah Aisyah masuk ke rumah Rasulullah saw dan memakai pakaian transparan, Rasulullah saw berpaling dan bersabda yang artinya

 “Wahai Asma, jika wanita telah haid, maka tidak boleh nampak kecuali ini”,
sambil beliau berisyarat kepada muka dan keduatelapak tangan
 
2.Harus menutup seluruh aurat tidak boleh ada yang terbuka. Para ulama menyebutnya dengan lâ taksyif (tidak terbuka).
  3.Tidak ketat, sehingga nampak lekukan tubuh atau bentuk tubuh. Dalam sebuah hadits shahih riwayat Imam Muslim mengatakan :
  
 “ Rasulullah saw bersabda: “Ada dua kelompok penghuni neraka yang aku tidak akan melihat keduannya, yaitu satu kaum yang membawa cameti seperti ekor sapi yang memukuli orang-orang, dan perempuan-perempuan berpakaian, akan tetapi hakikatnya mereka telanjang. Mereka jauh dari ketaatan kepada Allah, dan selalu melakukan perbuatan tercela padahal mereka mengetahuinya. Kepala-kepala mereka seperti punggung unta yang tinggi dan miring. Mereka tidak akan masuk surga, juga tidak akan mencium bau surga. Padahal wangi surga itu dapat dicium dari jarak perjalanan yang menghabiskan waktu  segini dan segini (maksudnya yang sangat jauh) ” (HR. Muslim).


Imam Nawawi dalam Syarahnya Shahih Muslim, ketika menjelaskan wanita berpakaian tapi telanjang mengatakan: yaitu memakai pakaian tipis yang membentuk lekukan tubuhnya. 

Ibnu Abdil Barr, seorang ulama Maliki, dalam kitabnya at-Tamhîd juga mengatakan yang sama, bahwa yang dimaksud dengan wanita berpakaian tapi telanjang adalah, wanita yang berpakaian tipis dan membentuk tubuhnya. Ia kemudian berkata: “Secara lahir ia berpakaian, tapi hakikatnya ia telanjang ”  ( kâsiyât bil ism, ‘âriyât fil haqîqah).

 Dengan demikian, pakaian apapun selama masih memenuhi persyaratan-persyaratan di atas, diperbolehkan,untuk memakainya termasuk celana panjang. Dengan syarat, celana itu menutup aurat, tidak ketat, tidak transparan dan tidak memancing perhatian orang yang melihat. Di samping itu , mereka yang memakai celana panjang diusahakan agar bajunya juga panjang sampai dengkul atau kaki. Karena jika celana panjang tersebut memenuhi semua persyaratan, akan tetapi baju yang dipakainya pendek tentu juga tidak dibenarkan, karena akan mengundang banyak perhatian orang lain, dan akan membentuk tubuh bagian belakangnya.

Almarhum Syaikh ‘Athiyyah Shaqar, seorang ulama ‘alim dan shaleh dari al-Azhar, dalam bukunya Mausu’ah al-Usrah (Cetakan Maktabah Wahbah:2/111) pernah mengatakan, bahwa celana panjang sudah dikenal oleh bangsa Arab sejak dahulu kala. Mereka menyebutnya dengan as-sirwâl. Bahkan Nabi Ibrahim, menurut sebuah riwayat, adalah yang pertama kali memakainya. Bahkan dalam sebuah riwayat, Rasulullah S.A.W pun pernah memakainya, bukan hanya itu, celana panjang ini juga, lanjut Syaikh ‘Athiyyah, juga dipakai oleh kaum wanita, bahkan Rasulullah saw dalam sebuah hadits dhaif riwayat Imam al-Baihaki, pernah bersabda yang artinya:

 “Pakailah oleh kalian celana-celana panjang, karena ia pakaian yang paling menutup. Dan jagalah dengan celana-celana panjang tersebut isteri-isteri kalian ketika mereka keluar (maksudnya pakaikan juga kepada isteri-isteri karena lebih menutup mereka)”.

Hanya saja, hadits di atas lemah. Namun, Imam Ahmad bin Hambal, sebagaimana dikutip Syaikh Athiyyah Shaqar, pernah ditanya tentang boleh tidaknya memakai celana panjang ini,Imam Ahmad membolehkan dan berkata:

“Celana panjang itu lebih menutup dari pada kain sarung”
  
Akan tetapi jika tidak memenuhi syarat-syarat diatas seperti celana panjang yang tidak bisa menutupi seluruh aurot bagian bawah ,berukuran ketat sekira ketika dilihat menampakkan lekuk tubuh,dan transparan dengan batasan ketika dilihat menampakkan bentuk tubuh, maka hukum wanita memakai celana yang seperti itu tidak diperbolehkan/dihukumi harom karena celana tersebut dianggap tidak bisa menutupi aurot secara sempurna, Wallohu 'Alam bissowab.

0 comments:

Post a Comment

 
Design by http://4-jie.blogspot.com/ | Bloggerized by Fajri Alhadi