Agama islam adalah
agama yang sangat menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan umatnya,oleh
karenanya Islam memerintahkan
segala
sesuatu yang mendatangkan kebaikan
,dan
melarang hal-hal yang berdampak negatif bagi umatnya seperti perintah untuk
menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar ,selain itu Islam juga sangat memerintahkan
umatnya untuk selalu menjaga kehormatan masingh-masing,dengan demikian agama
islam mewajibkan mengenakan hijab bagi wanita ketika keluar rumah dengan tujuan
agar kehormatan mereka tetap selalu terjaga.
Dalam
masalah mengenakan hijab syariat islam tidak menjelaskan bagaimana bentuk
pakaian. Namun, setiap pakaian yang menutup aurat dengan memenuhi syarat-syarat
yang dijelaskan oleh Rasulullah saw dalam banyak hadits, maka boleh dipakai.
Di
antara syarat-syarat penting dalam berpakaian adalah:
1.Tidak transparan atau tidak tembus
pandang. Pakaian yang menutup seluruh aurat akan tetapi tembus pandang dan
transparan juga tidak dibenarkan.Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits
Abu Daud, bahwa ketika Asma’ saudari kandung Sayyidah Aisyah masuk ke rumah
Rasulullah saw dan memakai pakaian transparan, Rasulullah saw berpaling dan
bersabda yang artinya
“Wahai Asma, jika wanita telah haid, maka tidak boleh nampak kecuali ini”,
sambil beliau berisyarat kepada muka dan keduatelapak tangan
2.Harus menutup seluruh aurat tidak boleh
ada yang terbuka. Para ulama menyebutnya
dengan lâ taksyif (tidak terbuka).
3.Tidak
ketat, sehingga nampak lekukan tubuh atau bentuk tubuh. Dalam sebuah hadits
shahih riwayat Imam Muslim mengatakan :
“ Rasulullah saw bersabda: “Ada dua kelompok penghuni neraka yang aku tidak akan melihat keduannya, yaitu satu kaum yang membawa cameti seperti ekor sapi yang memukuli orang-orang, dan perempuan-perempuan berpakaian, akan tetapi hakikatnya mereka telanjang. Mereka jauh dari ketaatan kepada Allah, dan selalu melakukan perbuatan tercela padahal mereka mengetahuinya. Kepala-kepala mereka seperti punggung unta yang tinggi dan miring. Mereka tidak akan masuk surga, juga tidak akan mencium bau surga. Padahal wangi surga itu dapat dicium dari jarak perjalanan yang menghabiskan waktu segini dan segini (maksudnya yang sangat jauh) ” (HR. Muslim).
“ Rasulullah saw bersabda: “Ada dua kelompok penghuni neraka yang aku tidak akan melihat keduannya, yaitu satu kaum yang membawa cameti seperti ekor sapi yang memukuli orang-orang, dan perempuan-perempuan berpakaian, akan tetapi hakikatnya mereka telanjang. Mereka jauh dari ketaatan kepada Allah, dan selalu melakukan perbuatan tercela padahal mereka mengetahuinya. Kepala-kepala mereka seperti punggung unta yang tinggi dan miring. Mereka tidak akan masuk surga, juga tidak akan mencium bau surga. Padahal wangi surga itu dapat dicium dari jarak perjalanan yang menghabiskan waktu segini dan segini (maksudnya yang sangat jauh) ” (HR. Muslim).
Imam
Nawawi dalam Syarahnya Shahih Muslim, ketika menjelaskan wanita berpakaian tapi
telanjang mengatakan: yaitu memakai pakaian tipis yang membentuk lekukan
tubuhnya.
Ibnu
Abdil Barr, seorang ulama Maliki, dalam kitabnya at-Tamhîd juga mengatakan yang
sama, bahwa yang dimaksud dengan wanita berpakaian tapi telanjang adalah,
wanita yang berpakaian tipis dan membentuk tubuhnya. Ia kemudian berkata:
“Secara lahir ia berpakaian, tapi hakikatnya ia telanjang ” ( kâsiyât bil
ism, ‘âriyât fil haqîqah).
Dengan demikian, pakaian apapun
selama masih memenuhi persyaratan-persyaratan di atas, diperbolehkan,untuk
memakainya termasuk celana panjang. Dengan syarat, celana itu menutup aurat,
tidak ketat, tidak transparan dan tidak memancing perhatian orang yang melihat.
Di samping itu , mereka yang memakai celana panjang diusahakan agar bajunya
juga panjang sampai dengkul atau kaki. Karena jika celana panjang tersebut
memenuhi semua persyaratan, akan tetapi baju yang dipakainya pendek tentu juga
tidak dibenarkan, karena akan mengundang banyak perhatian orang lain, dan akan
membentuk tubuh bagian belakangnya.
Almarhum Syaikh ‘Athiyyah Shaqar, seorang
ulama ‘alim dan shaleh dari al-Azhar, dalam bukunya Mausu’ah al-Usrah (Cetakan
Maktabah Wahbah:2/111) pernah mengatakan, bahwa celana panjang sudah dikenal
oleh bangsa Arab sejak dahulu kala. Mereka menyebutnya dengan as-sirwâl. Bahkan
Nabi Ibrahim, menurut sebuah riwayat, adalah yang pertama kali memakainya.
Bahkan dalam sebuah riwayat, Rasulullah S.A.W pun pernah memakainya, bukan hanya itu,
celana panjang ini juga, lanjut Syaikh ‘Athiyyah, juga dipakai oleh kaum wanita,
bahkan Rasulullah saw dalam sebuah hadits dhaif riwayat Imam al-Baihaki, pernah bersabda yang artinya:
“Pakailah oleh kalian celana-celana panjang, karena ia pakaian yang paling menutup. Dan jagalah dengan celana-celana panjang tersebut isteri-isteri kalian ketika mereka keluar (maksudnya pakaikan juga kepada isteri-isteri karena lebih menutup mereka)”.
Hanya saja, hadits di atas lemah. Namun, Imam Ahmad bin Hambal, sebagaimana dikutip Syaikh Athiyyah Shaqar, pernah ditanya tentang boleh tidaknya memakai celana panjang ini,Imam Ahmad membolehkan dan berkata:
“Celana panjang itu lebih menutup dari pada kain sarung”
Akan
tetapi jika tidak memenuhi syarat-syarat diatas seperti celana panjang yang
tidak bisa menutupi seluruh aurot bagian bawah ,berukuran ketat sekira ketika
dilihat menampakkan lekuk tubuh,dan transparan dengan batasan ketika dilihat
menampakkan bentuk tubuh, maka hukum wanita memakai celana yang seperti itu
tidak diperbolehkan/dihukumi harom karena celana tersebut dianggap tidak bisa
menutupi aurot secara sempurna, Wallohu 'Alam bissowab.
0 comments:
Post a Comment